Penggalan frase pada judul artikel ini saya cuplik dari ayat ke-152 dari surat Al Baqarah,

Tinjauan per kata dari kalimat pertama ayat ini adalah sebagai berikut.

Kata pertama, [ fa ], adalah partikel “jika” yang membuat kalimat menjadi sebuah pernyataan bersyarat.
Kata kedua berasal dari [ dzikr ] yang berarti mengingat yang diserap ke dalam Bahasa Indonesia sebagai zikir.
Tasbih [ sub-hana-llah ], tahmid [ al-hamdu-lillah ], tahlil [ laa-ila-ha ila-llah ], dan takbir [ allahu ak-bar ] adalah empat kalimat zikir utama.
Allah SWT sendiri juga menyebut Al Quran sebagai zikir, seperti pada ayat ke-9 surat Al Hijr [Al Quran 15:9]. Jadi, membaca Al Quran adalah juga bentuk zikir.
Bahkan salat pun adalah bentuk lain dari zikir, seperti pada ayat ke-14 surat Taha [Al Quran 20:14].
Pada akhirnya, semua ibadah kita pada prinsipnya adalah bentuk dari zikir, termasuk puasa, zakat, dan haji.
Jika kita mengingat Allah SWT, maka niscaya Allah akan mengingat kita pula.*
(*Baca catatan kaki di bagian akhir esai ini.)
Ini bukan berarti Allah SWT tidak ingat kita kalau kita tidak berzikir. Tentu saja Allah SWT tahu setiap ciptaan-Nya dengan detil.
Tapi, maksud ingat di sini adalah seperti pada kisah sahabat Ubay bin Ka’ab (ra), satu dari 12 ansar yang ikut berbaiat pertama kali (baiat aqabah), berpartisipasi dalam perang badar, dan menjadi penulis surat Rasul serta penulis wahyu. Ubay bin Ka’ab (ra) adalah sahabat yang spesialisasinya membaca dan memahami Al Quran.