Kamis, 5 Maret 2009 kemarin, sebagian Bandung mengalami hujan es. Di awali angin kencang dan petir bersahut-sahutan sekitar pukul 2 siang, kemudian diikuti gerimis yang baru berhenti menjelang maghrib. Saya ingat karena pukul 2 siang itu ditelepon isteri untuk janjian bertemu di perpustakaan pusat ITB. Tidak terjadi hujan es di daerah Sadang Serang (rumah kami di Bandung), Dago, dan sekitar kampus ITB.
Terakhir kali saya mengalami hujan es 13 tahun yang silam, tahun pertama saya merantau di Bandung. Besar-besar, menyakitkan kepala, tapi tetap tidak menghalangi diri untuk menari-nari di antara butiran es itu. Setelah hujan es selesai, halaman kos kami penuh dengan es batu. Kakak saya mengambil beberapa biji, dibersihkan, dan kami membuat pesta teh es.
Bagaimana hujan es dapat turun di kota yang terletak di daerah tropis? Tentu saja dapat, toh buktinya sudah ada hehehe. Yang jelas, proses hujan, di mana pun dan apapun bentuknya ketika sampai di tanah, selalu di mulai sebagai salju seperti tulisan sebelumnya Salju… salju… salju….
Sederhananya, sebagaimana yang ditulis oleh koran USAToday dalam arsip howstuffworks.com, bermula dari angin badai yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan yang signifikan antara udara hangat (warm air, temperatur di atas 0° C) dan dingin (cold air, 0° C) — oleh karena itu, badai mengandung angin hangat dan dingin. Angin badai ini bergerak membentuk seperti roti sandwich, udara hangat diapit oleh udara dingin, seperti pada ilustrasi berikut.